Pada tahun 1943, perang pasifik mulai berbalik arah. Tentara Jepang yang pada awalnya mampu dengan mudah mengalahkan tentara Sekutu, sekarang bersifat defensik. Tentara Sekutu bergerak ofensif untuk merebut kembali wilayah - wilayahnya di Asia – Pasifik.
Pemerintah Jepang dan penguasa militer di Tokyo akhirnya meninjau kembali sikap mereka terhadap kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 16 Juni 1943 dalam sidang ke 82 Parlemen Jepang di Tokyo Perdana Menteri Jenderal Hideki Tojo mengumumkan tentang pemberian kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk berperan serta dalam politik dan pemerintahan. Pada tanggal 7 Juli 1943 Perdana Menteri Tojo berkunjung ke Jakarta dan berpidato di lapangan Ikada mengenai janji kemerdekaan Indonesia dari pemerintah Jepang. Untuk menindak lanjutinya pada tanggal 5 September 1943 dibentuklah “Chuo Sang-In” atau Dewan Pertimbangan Pusat. Kemudian dibentuk “Syu Sangi Kai” atau Dewan Pertimbangan Daerah untuk tiap-tiap karisidenan (Syu).
Pada bulan November 1943 di Tokyo diadakan konferensi Asia Timur Raya, maka negara-negara yang telah diberi kemerdekaan di undang seperti Thailand, Philipina, Burma dan pemerintah boneka Jepang di Cina. Sedang India diundang sebagai pengamat sedang Indonesia sama sekali tidak dilibatkan. Hanya, setelah konferensi Asia Timur Raya selesai, Sukarno, Moh. Hatta dan Ki Hajar Dewantara diundang ke Jepang dan bertemu dengan Kaisar Jepang dan Perdana Menteri Tojo. Namun dalam pertemuan tersebut, pemerintah Jepang tidak memberi isyarat tentang kemerdekaan bahkan permohonan untuk menggunakan bendera Nasional dan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” juga ditolak.
Pada bulan Agustus 1944, situasi pertahanan Jepang semakin buruk. Moral masyarakat dan tentara Jepang merosot serta produksi untuk keperluan perang menurun. Sebelumnya, pada bulan Juli 1944 kepulauan Saipan yang strategis dapat direbut Sekutu. Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan kabinet Perdana Menteri Tojo jatuh pada tanggal 17 Juli 1944 dan diganti oleh Perdana Menteri Jenderal Kuniaki Koiso. Langkah yang ditempuh P.M Koiso untuk mempertahankan pengaruhnya pada rakyat di wilayah yang didudukinya ialah dengan cara memberi janji kemerdekaan. Pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang parlemen Jepang ke 85 di Tokyo, P.M Koiso mengumumkan bahwa pemerintah Jepang memperkenankan bahwa Hindia Belanda (Indonesia) untuk merdeka di kemudian hari.
Tujuan dari pemberian kemerdekaan itu adalah :
1. Mendapat simpati dan popularitas dari rakyat Indonesia.
2. Mengembangkan kebijaksanaan Imperium Asia Timur Raya.
3. Memanfaatkan situasi untuk keperluan perang.
Namun Deklarasi P.M Koiso tentang kemerdekaan Indonesia tidak diikuti langkah yang nyata kearah perwujudan kemerdekaan Indonesia. Hal ini disebabkan pemerintah Jepang menganggap bahwa mengatasi krisis perang dengan Sekutu lebih penting dan mendesak dari pada masalah kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1944 setelah kepulauan Saipan jatuh, ternyata tentara Jepang juga dapat dipukul mundur di kepulauan Solomon oleh tentara Amerika Serikat. Kemudian Irian, Moratai juga dikuasainya. Pada tanggal 20 Oktober 1944, tentara Amerika Serikat yang dipimpin Jenderal Douglas Mac Arthur mendarat di kepulauan Leyte (Philipina). Dan tanggal 19 Februari 1945, benteng Iwo Jima gagal dipertahankan tentara Jepang. Pasukan Sekutu juga menyerang bagian-bagian wilayah Indonesia seperti Halmahera, Ambon, Manado, Surabaya, dan Balikpapan. Menghadapi situasi yang kritis ini, pemerintah militer Jepang dibawah pimpinan Saiko Shikian (Panglima Militer) yaitu Kumaciki Harada mengumumkan pembentukan badan yaitu “Dokuritsu junbi Cosukai” atau “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (BPUPKI) pada tanggal 1 Maret 1945. Tujuan dibentuk BPUPKI untuk menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan politik ekonomi, sosial, dan tata pemerintahan yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia. Ketua BPUPKI adalah dr. Rajiman Widyodiningrat.
Pada tanggal 28 Mei 1945 dimulailah upacara pembukaan sidang pertama BPUPKI di gedung Cuo Sangi In, Jakarta. Pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945 mengadakan sidang. Pada sidang BPUPKI Mr. Muh. Yamin dan Ir. Sukarno menjadi pembicara yang menyampaikan pidato yang mengusulkan kelima dasar filsafat negara yang dikenal sebagai “Pancasila”. Rumusan materi Pancasila yang pertama disampaikan oleh Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang mengemukakan lima Azaz dan Dasar Negara kebangsaan Republik Indonesia yaitu :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Sukarno mengucapkan pidatonya yang dikenal sebagai lahirnya Pancasila menurut Sukarno adalah :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima dasar tersebut dinamakan Pancasila oleh Sukarno. Sesudah sidang pertama tersebut, pada tanggal 22 Juni 1945 terbentuk Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang yang dikenal dengan “Panitia Sembilan”. Anggotanya para anggota BPUPKI yaitu IR. Sukarno, Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Abikusno Cokrosuyoso, Abdul Kahar Muzakir, K.H. Wakhid Hasyim, H. Agus Salim dan Mr. Moh. Yamin. Panitia sembilan menghasilkan suatu dokumen berisikan tujuan dan maksud pendirian negara Indonesia merdeka yang dikenal dengan nama “Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter”. Rumusan Dasar Negara Indonesia tersebut yaitu :
1. Ke Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. (Menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebelum rumusan disahkan, tokoh-tokoh agama Nasrani dari Indonesia Timur menemui Moh. Hatta, agar meninjau lagi isi sila pertama. Akhirnya Drs. Moh. Hatta berkonsultasi dengan empat para pemuka Islam seperti Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimejo, dan Mr. Teuku Mohammad Hasan. Hasilnya, demi persatuan dan kesatuan bangsa, maka sila pertama dirubah “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Tanggal 10 – 16 Juli 1945 diadakan sidang BPUPKI tentang perumusan terakhir materi Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan juga membahas Rencana Undang-Undang Negara Indonesia Merdeka. Panitia Perancang UUD di ketuai IR. Sukarno. Panitia tersebut kemudian membentuk panitia kecil perancang Undang-Undang Dasar yang beranggota tujuh (7), orang yaitu Prof. Dr. Mr. Supomo, Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Mr.R.P. Singgih, H. Agus Salim dan dr. Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini disempurnakan dari segi bahasanya oleh panitia lain yaitu Prof. Dr. Mr. Supomo, H. Agus Salim dan Prof. Dr. P.A. Husein Jayadiningrat.
Berkat kerja keras dan kesadaran anggota BPUPKI telah berhasil menyusun produk-produk bagi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Rakyat Indonesia harus sudah siap untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Karena berdasar analisa dan perhitungan politik, tentara Jepang akan segera kalah dalam Perang Dunia II atau Perang Asia Timur Raya.
Pembentukan PPKI
Pada tanggal 16 Mei 1945 di Bandung diselenggarakan Konggres Pemuda seluruh Jawa yang di sponsori Angkatan Muda Indonesia. Sebenarnya Angkatan Muda Indonesia dibentuk atas inisiatif Jepang pada pertengahan tahun 1944. Dalam perkembangannya gerakan ini lebih bersifat anti Jepang. Konggres tersebut antara lain dihadari oleh Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Cokroaminoto dan Harsono Cokroaminoto serta mahasiswa-mahasiswa IKA Daigaku, (Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta, dianjurkan agar para pemuda bersatu melaksanakan proklamasi kemerdekaan bukan sebagai hadiah dari Jepang. Konggres tersebut dalam suasana nasional kebangsaan Indonesia, Lagu “Indonesia Raya” dinyanyikan tanpa menyanyikan lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”. Bendera Merah Putih dikibarkan tanpa bendera Jepang, Hinomaru.
Dalam konggres tersebut antara lain menghasilkan dua resolusi yaitu: - Semua golongan di Indonesia (utamanya golongan pemuda) dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan nasional. - Dipercepatnya pelaksanaan kemerdekaan Indonesia.
Ternyata konggres menyatakan dukungan dan kerjasama dengan Jepang dalam usaha mencapai kemenangan terakhir. Pernyataan tentang kerja sama dengan Jepang tersebut ditentang utusan pemuda dari Jakarta seperti Sukarni, Harsono Cokroaminoto dan Chairul Shaleh. Mereka tidak mengambil bagian dalam gerakan Angkatan Muda Indonesia dan menyiapkan organisasi kepemudaan yang lebih radikal.
Pada tanggal 15 Juli 1945 para pemuda radikal tersebut membentuk organisasi “Gerakan Angkatan Baru Indonesia” tujuannya yaitu mencapai persatuan pada semua golongan masyarakat di Indonesia, menanamkan semangat yang revolusioner atas kesadaran sebagai rakyat yang berdaulat, membentuk negara Indonesia, mempersatukan kerjasama dengan Jepang, namun jika perlu bergerak sendiri ”Mencapai kemerdekaan dengan kekuatan sendiri”. Namun Gerakan Rakyat Baru tetap harus tunduk pada Gunseiku (pemerintah militer Jepang). Dan ketika tanggal 28 Juli 1945 Gerakan Rakyat Baru diresmikan, dimana Jawa Hokokai dan Masyumi digabung ternyata tokoh-tokoh golongan pemuda seperti Chairul Saleh, Sukarni, Harsono Cokroaminoto dan Asmara Hadi menolak untuk bergabung. Nampak jelas perselisihan paham antar golongan tua dan muda sependapat bahwa kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan namun keduanya berselisih pendapat tentang pelaksanaannya. Golongan tua sesuai dengan perhitungan politik berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah dengan jalan kerjasama dengan Jepang. Golongan tua menggantungkan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Pembentukan PPKI (Dokuritsu Jumbi Iinkai) dilaksanakan tanggal 7 Agustus 1945, maka saat itu juga BPUPKI (Dokuritsu Jumbi Cosakai) dibubarkan. Anggota PPKI dipilih oleh Jenderal Besar Terauchi (Panglima Perang Tertinggi di seluruh Asia Tenggara). Untuk pengangkatan tersebut, jenderal Terauci memanggil tiga tokoh nasional terdiri Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, Radfiman Widyodiningrat. Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka bertiga berangkat menuju di markas Jenderal. Terauci di Vietnam Selatan. Dalam pertemuan di Dalath (Vietnam Selatan) pada tanggal 12 Agustus 1945, Terauci menyampaikan kepada tokoh-tokoh Indonesia bahwa pemerintah Jepang telah memutuskan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk pelaksanaannya telah dibentuk PPKI sampai menunggu persiapan selesai.
Sementara itu, untuk wilayah Indonesia pasca kemerdekaan ada tiga usulan yaitu :
a. Seluruh bekas Hindia Timur Belanda - Seluruh bekas Hindia Timur Belanda ditambah dengan Malaya, tetapi tidak mencakup Papua.
b. Seluruh bekas Hindia Timur Belanda, ditambah dengan Malaya, Borneo, Timur Portugis dan Papua serta pulau-pulau yang berdekatan dengannya.
Namun terdapat perbedaan antara pemerintah Jepang dengan tokoh-tokoh nasional. Jepang beranggapan bahwa pemberian kemerdekaan dilakukan secara bertahap dari satu daerah ke daerah lain, alasannya tingkat persiapan tiap wilayah berbeda-beda. Namun tokoh-tokoh nasional bersikeras agar kemerdekaan diberikan kepada seluruh Indonesia sekaligus. PPKI keanggotaannya terdiri dari 21 orang dari seluruh Indonesia. Ketuanya Ir. Sukarno dan wakil Moh. Hatta. Tugas PPKI adalah bertindak sebagai badan yang mempersiapkan penyerahan kekuasaan pemerintahan dari tentara Jepang kepada badan tersebut. J